Archive for category Organization

Book Review: Judgment Calls

Menyambut Panggilan dalam Mengambil Keputusan

Judul                    : Judgment Calls: Twelve Stories of Big Decisions and the Teams That Got Them Right

Penulis                 : Thomas H. Davenport dan Brook Manville

Penerbit               : Harvard Business Review Press (3 April 2012)

Tebal                    : 288 Halaman

ISBN                     : 978-1422158111

Harga                   : $ 30

Peresensi            : Yudo Anggoro, People and Knowledge Management SBM ITB

Bagi para praktisi dan pemerhati manajemen pengetahuan, nama Thomas Davenport tentu bukan sebuah nama yang asing. Davenport telah lama dikenal sebagai salah satu pemikir manajemen pengetahuan yang berpengaruh di dunia. Kecintaan Davenport pada ranah keilmuan manajemen pengetahuan terbukti dengan produktivitasnya dalam menghasilkan berbagai karya di bidang ini. Kali ini, Profesor tamu di Harvard Business School ini berkolaborasi dengan Brook Manville, mantan Direktur Manajemen Pengetahuan McKinsey, dalam merangkum kisah 12 organisasi yang telah berhasil mengelola data dan pengetahuan yang mereka miliki menjadi menjadi alat penilaian dan pengambilan keputusan yang efektif.

Ide ditulisnya buku ini bermula ketika kedua penulis ini mengamati bahwa krisis berkepanjangan yang melanda dunia saat ini (terutama di Amerika Serikat dan Eropa) bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan para pelakunya. Sebut saja krisis finansial di Amerika Serikat (AS). Industri finansial AS yang terpusat di Wall Street penuh disesaki oleh para profesional lulusan universitas Ivy League, siapa yang meragukan kompetensi dan pengetahuan para profesional tersebut? Namun tetap saja kecemerlangan otak para pelaku industri finansial tersebut tidak dapat mencegah krisis yang terus terjadi hingga kini. Davenport dan Manville menduga, masalah utamanya bukan pada kurangnya pengetahuan ataupun kompetensi, namun lebih pada kurangnya kemampuan membuat judgment (penilaian).

Fokus kedua penulis buku ini bukan terletak pada proses penilaian oleh individu, namun lebih pada proses penilaian organisasi (organizational judgment). Penilaian organisasi adalah kapasitas kolektif organisasi dalam memberikan penilaian yang bijak pada sebuah masalah. Kedua penulis meyakini bahwa penilaian organisasi memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari kekuasaan seorang pemimpin, karena penilaian organisasi memiliki kekuatan yang menyeluruh dan tidak tergantung dari figur satu individu saja. Penilaian organisasi tidak hanya melibatkan informasi, namun juga melibatkan seluruh atmosfer organisasi, seperti kepercayaan, emosi, bias, dan juga perangkat nilai. Sebagai contoh di level individu, segala keputusan yang kita ambil tentu tidak hanya berdasarkan analisis matematis saja, namun juga melibatkan perasaan, kesukaan/ketidaksukaan, dan juga nilai-nilai yang kita yakini, itulah judgment.

Kelemahan organisasi dalam melakukan penilaian kolektif, dan hanya mengandalkan penilaian individu dari sang pemimpin, sangat tampak pada kegagalan proses akuisisi Yahoo! oleh Microsoft di tahun 2008 lalu. Di tahun tersebut Microsoft, yang telah mengamati sepak terjang Yahoo! sejak lama, berniat mengambil alih kepemilikan Yahoo! untuk menambah asetnya di bisnis internet. Saatnya dinilai tepat karena performa Yahoo! saat itu tengah menurun, nilai sahamnya 44% di bawah harga tertinggi yang pernah dicapai, dan Yahoo! baru saja memecat 10% karyawannya. Pada 1 Februari 2008, Microsoft datang dengan tawaran $31 per lembar saham (senilai $44.6 Milyar), sebuah tawaran yang sangat menggiurkan karena tawaran ini 62% lebih tinggi dari nilai Yahoo! saat itu. Jerry Yang, pendiri sekaligus CEO Yahoo saat itu, menolak tawaran tersebut dan juga bahkan ketika Microsoft datang kembali dengan tawaran $33 per lembar saham (70% di atas nilai Yahoo!). Yang secara pribadi memiliki penilaian bahwa nilai sesungguhnya Yahoo! saat itu paling tidak dapat mencapai $4 lebih tinggi dari tawaran terakhir Microsoft.

Pada 3 Mei 2008, Microsoft menarik total tawarannya terhadap Yahoo! Sebagai akibatnya, saham Yahoo! limbung dan Yahoo! hingga kini tidak dapat lagi mencapai kejayaannya seperti dulu. Akibat lebih jauh, Jerry Yang diberhentikan sebagai CEO Yahoo! dan digantikan oleh Carol Bartz. Kesalahan penilaian organisasi Yahoo! ternyata terus berlanjut karena Bartz tidak dapat mendongkrak performa perusahaan dan diganti setelah hanya sempat dua tahun ada di puncak kepemimpinan Yahoo! Penggantinya adalah mantan CEO Paypal, Scott Thompson yang ditunjuk sebagai CEO Yahoo! di bulan Januari 2012. Kontroversi masih terus berlanjut karena pada bulan Mei 2012 Thompson diduga memalsukan ijazah sarjana komputernya, dan langsung diminta mundur oleh para pemegang saham karena dinilai tidak kredibel lagi sebagai pemimpin perusahaan. Dari berbagai peristiwa yang melanda Yahoo! ini, tampak ada kelemahan penilaian organisasi yang terjadi secara struktural sehingga organisasi selalu salah dalam mengambil keputusan.

Sebaliknya, sebuah kisah kesuksesan proses penilaian organisasi datang dari konsultan manajemen global ternama, McKinsey&Co. Sejak tahun 1980an, McKinsey menghadapi sebuah dilema, bagaimana mencari bakat konsultan yang berkualitas di tengah pesatnya pertumbuhan bisnis konsultasi mereka. Bagi organisasi yang sangat menjaga reputasinya sekelas McKinsey, persoalannya adalah kualitas, bukan pada kuantitas. Secara tradisional, McKinsey berburu bakat-bakat terbaik dari para pemegang MBA Harvard Business School dan universitas sekelasnya. Namun ketika persaingan perekrutan dengan sesama konsultan manajemen lainnya semakin ketat, maka bakat yang berkualitas semakin sulit tersedia. Maka, apakah McKinsey harus meninggalkan pola tradisional mereka dalam merekrut calon konsultan? Misalnya dengan merekrut profesional berpengalaman di bidang tertentu, atau bahkan mererut para PhD. Setelah melakukan diskusi dan studi internal yang menyeluruh, McKinsey akhirnya mengubah kebijakannya dengan tidak lagi melihat pada gelar, namun lebih pada mencari kandidat konsultan dengan kemampuan analisis yang dalam, daya intelektualitas di atas rata-rata, serta kemampuan berpikir kreatif.

Sejak saat itu, mulailah McKinsey melakukan kombinasi perekrutan antara lulusan MBA dari berbagai sekolah bisnis ternama dengan para profesional dan PhD di bidang hukum, fisika, public policy, bahkan dokter. Ini adalah sebuah penilaian organisasi, karena dilakukan berdasarkan kebutuhan organisasi dan didukung secara penuh oleh segenap anggota organisasi di McKinsey. Hasilnya, para konsultan yang direkrut dari jalur non-tradisional pun dapat memiliki performa yang superior, performa khas McKinsey.

Tidak hanya berlaku di organisasi profit, namun penilaian organisasi juga sangat krusial digunakan di organisasi non-profit. Misalnya, distrik sekolah Charlotte-Mecklenburg di negara bagian North Carolina, AS, menggunakan analisis berbasis data untuk memperbaiki performa pelajar sekolah dasar di distrik tersebut. Dengan melakukan analisis berbasis data, maka dapat dengan mudah diketahui kebutuhan dan kekurangan pelajar yang dapat segera diperbaiki oleh guru dan pengawas sekolah setempat. Peresensi yang kebetulan tinggal di kota Charlotte menyaksikan sendiri betapa kompleksnya permasalahan yang dihadapi distrik sekolah Charlotte-Mecklenburg. Masalah rasial, perbedaan pendapatan orang tua, dan juga kemiskinan menjadi faktor penghambat performa pelajar di sekolah. Sebagai akibatnya, pelajar yang tinggal di daerah miskin dan minoritas secara rasial akan memiliki performa sekolah yang lebih rendah dibandingkan pelajar yang tinggal di daerah kaya dan mayoritas secara rasial. Dari berbagai percobaan analisis performa pelajar berbasis data yang telah dilakukan di distrik ini, ditemukan bahwa performa pelajar di daerah miskin dan minoritas meningkat cukup signifikan.

Satu hal yang dapat kita cermati dari buku ini adalah bahwa manajemen pengetahuan bukan sekedar proses pengolahan data menjadi informasi, kemudian transformasi informasi menjadi pengetahuan, dan proses berbagi pengetahuan semata. Para pakar manajemen pengetahuan ini menunjukkan bahwa hal yang lebih mendasar dari pengelolaan pengetahuan adalah bagaimana menjadikan pengetahuan sebagai dasar penilaian dan pengambilan keputusan yang tertanam (embedded) secara otomatis di dalam organisasi. Dengan demikian, segenap anggota organisasi akan memiliki panggilan (calling) alamiah dalam menjadikan pengetahuan sebagai aset paling berharga dari organisasi.

Published in SWA No.17/2012, http://swa.co.id/business-strategy/menyambut-panggilan-dalam-mengambil-keputusan

, , , , , ,

Leave a comment